Sebenarnya, apa yang kau takutkan?

Lembaran-lembaran buku itu, aku sudahi sesaat. Aku merenung. Kisah-kisah salaf dalam menuntut ilmu hingga senja, seakan-akan tak ada yang ditakutan. Cita-citanya bulat, yakni menuntut ilmu agama.

Ditambah sebuah hadits tentang seorang yang aman tempat tinggalnya, sehat badannya dan punya stok makan di hari itu, seakan-akan dunia sudah ada dalam genggaman.

Seketika diri berkaca, takut masalah kerjaan, ma'isyah, anak masih kecil dan sebentar lagi akan "mbrojol" lagi, rumah masih mini...dll.

Demi Allah, sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya, terlebih hamba yang beriman dan beramal shalih. Tugas kita sebagai hamba hanyalah bertakwa, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, selesai, semua telah terjamin. Allah yang jamin.

Bukan berarti pasrah, gak kerja dan berpangku tangan, sama sekali bukan...

Tapi jangan sampai hati ini merasa berat untuk memikirkan sesuatu yang Allah telah tetapkan, sehingga tanpa sadar melanggar syariatnya. Simpelnya, jangan sampai ganti prioritas. Urusan dunia di atas akhirat. Baik disadari maupun tidak.

Jadikan taqwa kepada Allah adalah nafas, dimanapun dan bagaimanapun keadaannya kita harus bernafas. Kita butuh taqwa, sebagaimana kita butuh nafas. Dan taqwa itu adalah pemberian dari Allah, minta agar kita bisa senantiasa bertaqwa kepada-Nya.

Sekali lagi, demi Allah, kalau kita benar-benar bertaqwa kepada-Nya, niscaya segala sesuatunya indah, mudah, dan selesai, gak perlu cari yang lain, tak ada yang perlu dikhawatirkan dan ditakutkan.

Indah tak selalu dengan kondisi ideal sesuai prasangkaan kita, tapi bagaimana hati ini bisa menerima atas segala sesuatu yang telah dikaruniakan. Baginya, ia mampu bernafas saja sudah luar biasa, ia bisa beribadah dan tidak bermaksiat itu sudah karunia besar, sudah membuatnya bahagia.

Apa ia inginkan didapat ya disyukuri, jika tak sesuai ya sabari. Tugas kita hanya beribadah. Hidup kita tak lama. Sudahlah, gak papa...

23:37
12/07/2021