Berjumpa Denganmu, Anakku

Di waktu sore ba'da ashar, aku, suami dan adik bungsuku berangkat untuk menghadiri taklim rutin. Selama perjalanan tidak ada yang aneh. Suami pun membawa motor dengan kecepatan yang standar karena ada adikku. Tapi saat melewati jalanan kecil yang pinggirannya terdapat selokan, qadarullah ada mobil yang melaju cepat dan terlalu ke tengah jalan. Suami bilang ingin banting setir, yang seharusnya mudah tapi kok stang motor rasanya berat dan sulit di belokkan. Ah, mungkin karena adikku yang duduk di depan terlalu kuat memegang spion. Alhasil, motor pun oleng. Aku terpelanting ke samping kanan, terus menggelinding dan berhenti karena bahuku menubruk sesuatu (yang ternyata itu adalah tempat duduk di pinggir jalan). Aku mengacuhkan rasa kagetku, dan fokusku langsung tertuju pada suami, terutama adikku.

Suami dalam keadaan tengkurap, dan adikku sedang jongkok di dekat motor yang tergeletak begitu saja. Jilbab dan sandalnya hilang, namun aku bersyukur dia tidak terluka parah. Kuajak dia mendekati suamiku yang kepalanya hampir masuk selokan. Helm masih terpasang, namun dia tidak merespon panggilanku. Aku panik, tapi syukurlah beberapa menit kemudian suamiku bangun. Ternyata dia juga sedang menenangkan diri (ini benar-benar membuat aku berfikir negatif akan keadaannya). Giliran suamiku sudah duduk, aku panik melihat disekitaran bibir dan hidung adikku penuh darah. Ternyata setelah kuperiksa, darah itu dari bibirnya. Warga mulai berdatangan, menolong dan ada yang bertanya. Karena kondisi tidak memungkinkan untuk taklim, akhirnya kami memilih pulang.

Hasil rontgen
Keesokan harinya, aku pergi ke rumah sakit untuk rontgen karena bahu kananku makin sakit dan perih saat di gerakkan. Dan hasil rontgen menyatakan jika tulang bahuku patah. Akhirnya, keputusan diambil. Aku melakukan hampir 5 jam perjalanan menuju rumah sakit untuk melakukan operasi. Disanalah aku dinyatakan positif hamil setelah tes urin. Dan setelah di USG, janin dalam keadaan baik-baik saja. Antara bahagia dan sedih, bingung dan khawatir..hmm mungkin lewat musibah inilah aku mendapatkan hikmah. Sesuatu yang tidak kusangka-sangka akan muncul.

Keluarga pun berunding dengan kesimpulan aku yang harus menjalani terapi pijat saja, sayangnya resiko ikhtilat pun harus kuhadapi. Terapi itu kulalui hampir seminggu karena suami akan menghadiri dauroh di Jakarta. Pemulihan tulangku cukup dilanjutkan di rumah karena keadaan tubuhku yang mulai memberikan efek kehamilan; mual dan muntah-muntah. Terlebih karena kondisi tempat yang membuatku risih.

Selama trimester pertama, itu adalah masa yang cukup untuk membuat berat badanku menurun drastis. Ingin rasanya makan banyak, namun sesuap dua suap pun langsung aku muntahkan. Belum lagi ngilu di bagian tulang bahuku yang patah akan terasa semakin sakit saat muntah. Berat badan normalku adalah sekitar 40kg. Dan menurun hingga 34kg selama masa kehamilan.

Dimana seharusnya ibu hamil mengalami pembengkakan atau bertambahnya berat badan, justru aku malah menyusut. Kurus, semakin kurus. Rasa sedih luar biasa mulai timbul terlebih saat suami menanyakan keinginanku yang aku sendiri tidak tahu. Entah sudah berapa kali suamiku rela keluar rumah di pagi hari demi mencari bubur ayam. Itu pun hanya bubur, kecap dan kerupuk. Yang beberapa jam kemudian akan dimuntahkan juga.

Lewat sekitar 3 bulan, tanganku mulai bisa bergerak normal meski ngilu tetap ada. Setidaknya berkuranglah rasa sakitnya. Drama mual muntah masih berlanjut. Hingga memasuki trimester kedua, suamiku membelikanku pete, dan masyaallah..akhirnya aku bisa makan banyak sejak itu. Ya, meski mual masih ada. Setidaknya ada sesuatu yang bisa masuk kedalam perutku.

USG kedua, dimana janin mulai tumbuh dan berkembang. Meski aku tak faham dengan gambarnya, namun rasa bahagia itu ada. Bertambah bahagia lagi saat perutku mulai terasa denyutan-denyutan kecil. Asing namun tetap kunikmati. Apalagi saat mendengar denyut jantungnya yang sangat cepat. Karena dengan mendengarnya maka aku tahu dia ada dan hidup.

Denyutan janin itu berubah menjadi gerakan-gerakan halus dan entah sejak kapan, tanganku mulai mengelusi perut yang terlihat sedikit berisi. Aktivitasku masih seperti biasanya. Masak memasak, mencuci, selama itu tidak membahayakan kesembuhan tulang dan pertumbuhan janinku. Tapi saat aku mencium bau yang menyengat seperti bumbu masakan, aku mulai pusing dan mual. Dan berakhir dengan masakan yang tidak enak.

Suami pun selalu mendukung kehamilanku dengan begitu banyak nasihat dan peringatan yang terkadang membuatku bosan. Entah itu obat, sayur, dan pola istirahatku. Dia juga selalu memenuhi keinginan ngidamku. Selama ia sanggup. Dan memang aku merasa sikap manjaku semakin parah. Sedikit saja keinginanku tidak terpenuhi, menangislah akhirnya.

Singkat cerita, diawal tahun baru sedang mengalami sebuah wabah yang awalnya bermula dari luar negeri lalu menyebar masuk ke Indonesia. Sebagai ibu hamil sudah pasti panik, khawatir tertular, dengan kondisi tubuh yang mudah lelah ini. Sebelum wabah itu masuk ke daerah tempat tinggalku, aku dan suami lebih sering melakukan jalan-jalan, setidaknya agar aku tidak terlalu stres. Dan saat wabah itu kian menyebar, aku hanya bisa pasrah pada-Nya memohon perlindungan dan kesabaran.
Bayiku mulai aktif bergerak. Kadang dia menendang, bergerak perlahan, atau hanya denyutan seperti cegukan. Aku sendiri sudah mulai lelah berjalan. Mau makan banyak pun tidak bisa karena perut yang kian membesar membuatku cepat kenyang. Setelah USG terakhir, alhamdulillah semua baik-baik saja. Akhirnya tanggal 27 April jam setengah dua malam, aku mengalami rembes ketuban. Memang sebelumnyaaku merasakan mules, tapi itu seperti kontraksi palsu.

Waktu itu aku langsung membangunkan suami lalu kita mulai bersiap-siap pergi ke puskesmas naik motor. Alhamdulillah disana masih ada bidan yang bertugas. Aku pun mulai dipasangi selang infus dan oksigen. Beberapa menit kemudian, rasa mules yang asli kian terasa sakitnya. Tapi sampai jam 2 sore, meski mules itu semakin terasa, masih saja pembukaan 2. Lelahnya berjam-jam menahan mules, ingin tidur pun tak bisa. Makanan dan minuman yang kumakan berakhir di muntahkan. Dan semakin menambah lelah saja.

Bidan puskesmas pun merujukku ke RSUD, karena kondisi ketuban yang semakin berkurang maka harus segera ditindaklanjuti dengan induksi. Masyaallah, mules itu sudah tidak bisa kutahan. Rasanya benar-benar menyakitkan.5 jam obat induksi itu bekerja, dan rasanya tubuh ini sudah tidak mampu menahan rasa sakitnya kontraksi. Ini seperti 2 kali lipat dari mules yang seharusnya.

siap melahirkan

Akhirnya, menjelang isya dibantu oleh beberapa bidan, anakku lahir dengan normal dan sehat. Mungkin karena kondisiku yang sudah tidak kuat lagi untuk mengejan, aku mendapat dua guntingan untuk melebarkan jalan lahir. Betapa lega saat mendengar suara tangisannya juga lega karena mules itu sudah hilang. Setelah bayi nya dipindahkan untuk dibersihkan, bidan pun lanjut membersihkan rahimku kurang lebih empat kali.

Aku kira sudah selesai, bahkan rasanya ingin tidur saja dengan kondisi badan yang lengket oleh darah. Namun, kulihat bidan mendorong troli mendekati ranjangku. Dia hanya menyuruhku untuk melebarkan kaki dan ternyata aku harus merasakan jahitan yang begitu banyak. Bagaimana rasanya? Sungguh luar biasa, namun jika dibandingkan maka lebih sakit menahan mules karena induksi.
Sambil di jahit, aku hanya melamun. Itupun karena aku benar-benar lelah. Ya Allah, beginikah seorang ibu harus berjuang melahirkan anaknya dengan beragam kesakitan? Hingga nyawa taruhannya..Masyaallah. Setidaknya aku banyak bersyukur karena dimasa wabah melanda, Allah memudahkan urusanku. Sudah diberi kemampuan padahal aku ingat saat berteriak tidak sanggup lagi waktu itu.

Lalu, sudah selesaikah perjuangan seorang ibu sampai disini? Belum tentunya. Ibu harus berjuang meng-ASI-hi bayinya. Membuat jam tidur menjadi tidak jelas, makan yang harus ditunda, menahan keinginan untuk ke kamar mandi. Dan banyak lagi hal lainnya yang akan berbeda setelah kita mempunyai anak. Kita juga harus menyiapkan pendidikan yang tepat untuknya kelak. Agar ananda tidak salah arah.

jemuran bayi
Untukmu calon ibu, jangan hanya ingin menikmati indahnya pacaran setelah nikah saja, lalu dengan semangatnya ingin mempunyai anak sekian. Namun pikirkanlah juga, apakah sanggup untuk melahirkannya nanti? Sudah siapkah menikmati masa-masa kontraksi itu? Biidznillah, semoga antunna juga diberi kemudahan oleh-Nya. Untuk semua ummahat yang sudah melahirkan penerusnya yang sholih dan sholihah, sungguh hebat kalian. Semoga perjuangan kita, mendapatkan balasan dari-Nya yaitu Jannah, aamiin..


Cerita dari seorang ummahat. 4/6/2020